Putrane Mbah Djoened

Monday, November 23, 2009


Alhamdulillah, putrane mbah Djoened masih tiga yang masih hidup yaitu, Anjar Rahwiyani, Nurjannah, dan Uswatun Chasanah. Mohon do'a dari seluruh keluarga besar Mbah Djoened agar diberi keselamatan dan kesehatan lahir dan bathin. Amin ya robbal'alamin.

baca semua...

Rumah Petak Milik Nabi


Kamis, 19 November 2009 | 13:54 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta: Bersujud di depan makam Nabi Muhammad SAW rasanya seperti tersedot magnet raksasa. Ada rasa haru yang mengiris-iris. Bukan kesakralan makam itu yang membuat banyak orang--termasuk saya--sesenggukan. Bukan pula tawaran pahala yang dijanjikan bila salat di Raudah--wilayah antara makam Nabi dan mimbar khutbah di Masjid Nabawi--yang membuat tubuh ini lunglai. Tapi, bayangan betapa sederhananya rumah Nabi itulah mata kami sembab.

Makam itu persis ada di rumah Nabi dulu. Rumah yang mungil. Bahkan, rumah tipe 21 pun masih lebih luas dari rumah Nabi. Ukurannya mungkin sama dengan rumah-rumah petak yang ada di Jakarta. Rumah itu kini masuk dalam bagian Masjid Nabawi dan hanya ditutup ukiran kayu. Di dalam rumah itu ada makam Nabi, Abu Bakar dan Umar bin Khattab.

Nabi yang diagungkan itu--bahkan para malaikat pun tak henti membaca shalawat untuknya--ternyata hidup jauh dari standar sederhana. Tak ada AC atau penghangat saat angin dingin membekukan Madinah. Tak ada kasur empuk atau spring bed. Tak ada sofa mewah atau kursi ukiran yang melingkar-lingkar. Tak ada kemewahan seperti yang ditawarkan Electrolux, King Koil, Panasonic, Avanza, atawa Lexus. Juga tak ada keindahan seperti yang disodorkan Dolce & Gabbana, Gucci.

Umar pernah minta izin menemui Nabi SAW. Ia melihat beliau sedang berbaring di atas tikar kasar terbuat dari pelepah Tamar. Sebagian tubuh Nabi tampak berada di atas tanah. Dia juga cuma berbantalkan pelepah kurma. Umar pun menangis.

"Mengapa engkau menangis?" Nabi bertanya. Umar menjawab, "Bagaimana aku tidak menangis. Tikar ini membuat bekas pada tubuhmu. Engkau ini Nabi Allah dan kekasihNya. Kekayaanmu hanya yang aku lihat sekarang ini. Sedangkan Kisra dan kaisar lainnya duduk di singgasana emas dan bantalnya sutera".

Mungkin ingatan cerita ini membuat tubuh saya dan orang-orang di sekitar saya menggigil dan menangis. Teringat garis-garis bekas pelepah di pipi Nabi. Lalu melayang lagi percakapan Nabi dan Umar.

Nabi pun menasehati Umar, "Mereka (kaisar dan orang kaya) telah menyegerakan kesenangannya. Itu akan cepat berakhir. Kita adalah kaum yang menangguhkan kesenangan yang nantinya kita pakai untuk hari akhir. Perumpamaan hubunganku dengan dunia adalah seperti orang yang bepergian pada musim panas. Sejenak berlindung di bawah pohon, kemudian berangkat dan meninggalkannya. "

Kata Nabi lagi, sisakan kesenangan di dunia ini untuk bekal akherat. Dalam sepekan, tahanlah nafsu, lapar dan haus, paling tidak dua hari. Lakukan shaum senin-kamis. Dua puluh empat jam sehari, sisakan waktu satu-dua jam untuk sholat fardlu dan membaca al-Qur'an. Delapan jam waktu tidur, buanglah barang 15 menit saja untuk sholat tahajud.

"Celupkan tanganmu ke dalam lautan," ujar Nabi Saw ketika sahabat yang bertanya tentang perbedaan dunia dan akherat. "Air yang menempel di jarimu itulah dunia. Sisanya adalah akherat".

Bayangan cerita itu semakin membuat kami ini tak sanggup mengangkat kepala dari sujud di depan makam Nabi. Duh Gusti, ampuni kami.

baca semua...


Informasi ini dapat dipakai oleh jama'ah haji tahun depan (yang akan datang), karena jama'ah tahun ini sudah di tanah suci, bahkan saat ini mereka sudah mempersiapkan wuquf di Arafah.
Selasa, 27 Oktober 2009 | 16:57 WIB, TEMPO Interaktif, Jakarta: Menukar uang untuk bekal pergi haji ke Arab Saudi itu gampang-gampang susah. Kalau tak hati-hati bisa-bisa kita terbentur pada harga Riyal yang mahal. Saat ini normalnya, satu Riyal setara dengan Rp 2.540. Namun, saat musim haji seperti sekarang ini di money-changer biasanya mencapai satu Riyal = Rp 2.700 atau bahkan Rp 3.000. Bagaimana agar kita mendapatkan kurs Riyal yang murah?

1. Usahakan tukar tidak dekat musim haji. Semakin dekat musim haji, maka akan semakin mahal kurs Riyal

2. Kalau terpaksa menukar di musim haji, tukarlah Rupiah di Indonesia, bukan di Arab Saudi. Di Arab harga satu riyal bisa setara dengan Rp 3.000 sampai Rp 3.300. Di Tanah Suci biasanya kursnya lebih mahal kecuali kita bisa menukar ke sesama jemahaan haji dengan "harga pertemanan."

3. Hindari menukar uang di embarkasi atau di bandara keberangkatan. Kurs satu Riyal biasanya sudah mulai tinggi sekitar Rp 2.700 hingga Rp 3.000 bahkan bisa lebih.

4. Lebih baik menukar di money changer besar, bukan agen di jalan-jalan.

5. Beberapa jemaah haji yang pintar mereka menukar rupiah dengan pergi ke bandara Soekarno Hatta di Terminal kedatangan TKI. "Di sana kursnya dua bulan sebelum haji bisa murah, hingga Rp 2.500," kata seorang jemaah haji.

6. Bila terpaksa menukar Rupiah di Tanah Suci, akan lebih murah bila kita menukar dengan sesama jemaah haji yang sudah akan pulang ke Indonesia. Mereka biasanya akan banting harga karena berpikir lebih baik bawa pulang rupiah ketimbang Riyal.

Selamat berburu Riyal.BS

baca semua...